Masih banyak penulis yang melihat self publishing (print on demand) sebagai alternatif.
” Saya akan mencobanya jika penerbit mayor menolak naskah saya.”
…Dan itu pilihan yang keliru.
Sebaliknya, Anda akan kehilangan keuntungan, jika Anda terus bergantung pada penerbit mayor.
Jika Anda belum yakin, says (penulis : Daeng Anto) akan menunjukkan 7 Keunggulan print on demand dibanding model penerbitan tradisional pada posting ini.
…Tapi sebelumnya, mari kita luruskan terlebih dahulu stigma buruk self publishing..
Kualitas buku tidak bergantung pada penerbitnya
Anda berharap pada penerbit mayor, karena berasumsi kualitas buku Anda akan lebih bagus. Benar ?
Tapi Anda melupakan kebenarannya..
Kualitas isi buku, pertama-tama dan utama, sepenuhnya tergantung pada kualitas menulis Anda.
Jika Anda penulis yang baik, maka baiklah tulisan Anda. Hukum ini belum berubah.
Memang benar, pihak penerbit menyediakan editor terlatih untuk mengedit tulisan Anda.
Tapi apa yang menghalangi Anda untuk melakukan hal yang sama ?
…Anda bisa menyewa editor freelance dgn kualitas yang sama diluar sana.
…Anda juga bisa menyewa desainer grafis untuk merancang sampul dan interior buku Anda.
Jadi pada dasarnya, tidak ada yang menghalangi self publisher untuk melakukan hal yang sama dengan penerbit mayor.
Bahkan, yang terjadi justru sebaliknya.
Banyak hal dimana penerbit mayor tidak bisa mengikuti apa yang bisa dilakukan oleh self publisher, seperti berikut ini :
7 Kelebihan Self Publishing (Print on Demand) Dibanding Penerbit mainstream
1. Self publishing adalah passive income
Waktu cetak buku Anda tidak terbatas. Buku selalu tersedia (terpajang pada marketplace situs penyedia) sepanjang Anda masih ingin menjualnya.
Kemewahan ini tidak berlaku pada produk penerbit mainstream. Produksi buku Anda dibatasi ‘jam tayang’-nya.
2. Memangkas birokrasi penerbitan
Konon, penulis yang mengirim naskah kepada editor penerbit mainstream, membutuhkan rata-rata 3 bulan sebelum mendapat jawaban (diterima atau ditolak).
Berbeda jika Anda memilih jalur print on demand. Ibaratnya naskah anda lansung menuju ke mesin cetak.
3. Kendali sepenuhnya ditangan penulis
Situs penyedia layanan Print on demand sejatinya bukan penerbit.
Penerbitnya adalah Anda sendiri.
Andalah yang menentukan segalanya mulai dari isi, judul, desain sampul & interior sampai jumlah halaman. Tanpa intervensi.
4. Biaya penerbitan rendah
Baik, model self publishing tradisional butuh modal lumayan. Khususnya buat ongkos cetak.
Sementara jika Anda lewat penerbit mayor, Anda cukup setor naskah dan selebihnya menjadi urusan penerbit.
Tapi….. self publishing model PoD pun relatif tidak membutuhkan modal. Saya tahu ada penulis yang mampu mengedit dan mendesain sendiri interior & sampul bukunya.
…Dan jika naskah Anda sudah jadi, anda cukup menimpa naskah diatas template (termasuk sampul) yang telah disediakan –> convert ke PDF —> unggah.
Selanjutnya naskah akan dicetak 1 (satu) eksemplar, dan anda diminta untuk membelinya.
Bila anda puas dengan prototype buku tersebut, praktis Anda tinggal mempromosikankannya. Buku ke-2 dan seterusnya hanya akan dicetak jika ada pemesan.
5. Waktu penerbitan cepat
Ini berkaitan erat dengan point 3. Lama pendeknya waktu penerbitan, tergantung sepenuhnya pada keuletan Anda.
6. Royalty lebih besar
Rata-rata self publishing akan memberikan royalty sebesar 60 % – 80 % dari laba (harga jual dikurangi ongkos produksi).
Coba bandingkan dengan penerbit mainstream yang secara umum mematok angka royalty pada kisaran 8 – 10 %.
7. Tidak mengenal istilah kelebihan stock
Jika anda memesan sesuai permintaan atau biasa disebut Print on demand (PoD) berarti buku Anda dicetak –hanya- bila ada pemesan.
Jadi praktis buku Anda tidak memerlukan gudang penyimpanan. Dengan cara ini, limbah yang dihasilkan oleh proses produksi juga lebih sedikit.
..Tapi ingat, kelebihan print on demand sekaligus menjadi kekurangannya
Tentu saja tidak ada yang sempurna di dunia ini.
Karena itu, sebaiknya Anda juga membaca bagian ke-2 seri artikel ini : 7 kelemahan self publishing (print on demand).
Saya harap, dengan mengetahui kelemahan print on demand, Anda lebih obyektif dalam memilih model penerbitan yang tepat bagi Anda.
Oleh : Daeng Anto via Indonovel.com