Pada masa teknologi informasi yang berkembang secara cepat ini, memang membuat informasi cepat menyebar, namun hal tersebut menjadi sebuah kemalangan bagi Nanda Feriana, mahasiswa Universitas Malikussaleh Lhokseumawe. Setelah menulis status panjang di laman Facebook yang mengkritik salah satu dosennya, ternyata kini membuat dirinya berurusan dengan polisi. Seorang dosen lulusan Jerman yang disinggung oleh Nanda, melaporkan Nanda menggunakan Undang-undang Internet dan Transaksi Elektronik. Pada 19 Oktober 2016 lalu, nanda diperiksa dan dicecar pertanyaan sekitar 11 jam. Mahasiswi yang pernah mengikuti kegiatan Indonesia Youth ini menuliskan rasa kesal dan kecewanya kepada dosen yang membuatnya gagal mengikuti Yudisium dengan judul, “Sepucuk Surat Untuk Ibu Lulusan Jerman”. [Baca Status Nanda disini] Dalam tulisan tersebut, nanda menyampaikan kekecewannya karena gagal mengikuti Yudisium dikarenakan keputusan sepihak. Nanda mengatakan bahwa dirinya tidak dapat mengikuti Yudisium dikarenakan berkasnya tidak lengkap dikarenakan transkrip nilai dari staf prodi yang belum keluar, padahal ia sudah mendaftar Yudisium sebelum tenggat waktu yang ditentukan. Sebelum dilaporkan ke pihak kepolisan, Nanda sudah berulangkali melakukan musyawarah dengan dosen lulusan Jerman yang disinggungnya agar memaafkannya. Namun mediasi tersebut gagal, meskipun sudah mendapatkan mediasi oleh Fakultas. Selain itu, Nanda juga meminta maaf kembali di akun Facebooknya. Bahkan keluarga Nanda sudah berusaha meminta maaf, namun permintaan maaf dari Sang Dosen tak kunjung datang. “Saya sudah dimediasi dan akhirnya Ibu dosen  menuntut saya harus minta maaf di koran Serambi Indonesia empat hari berturut-turut. Nanda tidak sanggup kalau harus iklan empat hari koran,” katanya saat dihubungi tribun-medan.com, Kamis (20/10/2016). Sementara itu Dwi Fitri, kepada acehkita.com mengatakan, ia menolak permintaan maaf Nanda melalui lisan. Karena Nanda telah mencemarkan nama baiknya melalui media sosial. Dwi Fitri menyebutkan, ia meminta Nanda menyampaikan permintaan maaf melalui media sosial dan media cetak. Namun dia menolak meminta maaf melalui media cetak karena merusak kredibilitas diri dan keluarga,” “Bagaimana dengan kredibilitas saya?” Dwi menyebutkan, langkah hukum yang ditempuhnya karena integritas dan martabatnya sebagai dosen telah dilecehkan. “Bahasanya keterlaluan,” ujarnya.

Komentar